Saturday, November 6, 2010

Makalah Samurai Jepang

KEBUDAYAAN JEPANG

Negara Jepang kaya dengan berbagai kebudayaan leluhurnya yang beraneka ragam. Walaupun saat ini perkembangan teknologi di Jepang terus up date dalam hitungan perdetik , namun sisi tradisional masih terus dilestarikan hingga sekarang ini.

Berikut ini salah satu budaya Jepang yang sangat bersejarah dan menarik, Samurai.

SAMURAI

A. Pengertian Samurai

Samurai (侍 atau 士, Samurai?) adalah istilah untuk perwira militer kelas elit sebelum zaman industrialisasi diJepang. Kata “samurai” berasal dari kata kerja “samorau” asal bahasa Jepang kuno, berubah menjadi “saburau” yang berarti “melayani”, dan akhirnya menjadi “samurai” yang bekerja sebagai pelayan bagi sang majikan. Istilah yang lebih tepat adalah bushi (武士) (“orang bersenjata”) yang digunakan semasa zaman Edo.

Samurai mempekerjakan berbagai senjata seperti busur, anak panah, tombak dan senjata, tetapi yang paling terkenal dan simbol mereka adalah pedang. Samurai menjalani hidup sesuai dengan kode etika bushido ("jalan prajurit"). Bushido menekankan konsep-konsep seperti kesetiaan kepada seseorang master, disiplin diri dan hormat, perilaku etis. Setelah kekalahan, beberapa samurai memilih untuk melakukan ritual bunuh diri (seppuku) dengan memotong perut mereka daripada ditangkap atau mati kematian yang tidak terhormat.

Samurai yang dianggap sopan dan terpelajar, pada semasa Keshogunan Tokugawa berangsur-angsur kehilangan fungsi ketentaraan mereka. Pada akhir era Tokugawa, samurai secara umumnya adalah kaki tangan umum bagi daimyo(bekerja untuk majikan), dengan pedang mereka hanya untuk tujuan istiadat. Dengan reformasi Meiji pada akhir abad ke-19, Samurai dihapuskan sebagai kelas berbeda dan digantikan dengan tentara nasional menyerupai negara Barat. Bagaimanapun juga, sifat samurai yang ketat yang dikenal sebagai bushido masih tetap ada dalam masyarakat Jepang masa kini, sebagaimana aspek cara hidup mereka yang lain.

B. Sejarah Samurai

Dalam catatan sejarah militer di Jepang, terdapat data-data yang menjelaskan bahwa pada zaman Nara (710 – 784), pasukan militer Jepang mengikuti model yang ada di Cina dengan memberlakukan wajib militer 9 dan dibawah komando langsung Kaisar. Dalam peraturan yang diberlakukan tersebut setiap laki-laki dewasa baik dari kalangan petani maupun bangsawan, kecuali budak, diwajibkan untuk mengikuti dinas militer. Secara materi peraturan ini amat berat, karena para wakil tersebut atau kaum militer harus membekali diri secara materi sehingga banyak yang menyerah dan tidak mematuhi peraturan tersebut.

Dikarenakan keadaan negara yang tidak aman, penjarahan terhadap tuan tanah pun terjadi baik di daerah dan di ibu kota yang memaksa para pemilik shoen (tanah milik pribadi) mempersenjatai keluarga dan para petaninya. Kondisi ini yang kemudian melahirkan kelas militer yang dikenal dengan samurai.

Kelompok toryo (panglima perang) dibawah pimpinan keluarga Taira dan Minamoto muncul sebagai pemenang di Jepang bagian Barat dan Timur, tetapi mereka saling memperebutkan kekuasaan. Pemerintah pusat, dalam tidak mampu mengatasi polarisasi ini, yang mengakibatkan berakhirnya kekuasaan kaum bangsawan.

Kaisar Gonjo yang dikenal anti-Fujiwara, mengadakan perebutan kekuasaan dan memusatkan kekuasaan politiknya dari dalam o-tera. Tentara pengawal o-tera, souhei ( 僧兵 ) pun ia bentuk, termasuk memberi sumbangan tanah (shoen) pada o-tera. Lengkaplah sudah o-tera memenuhi syarat sebagai “negara” di dalam negara. Akibatnya, kelompok kaisar yang anti pemerintahan o-tera mengadakan perlawanan dengan memanfaatkan kelompok Taira dan Minamoto yang sedang bertikai.

Keterlibatan Taira dan Minamoto dalam pertikaian ini berlatar belakang perebutan tahta, antara Fujiwara dan kaisar. Peperangan akhirnya dimenangkan oleh Taira yang menandai perubahan besar dalam struktur kekuasaan politik. Untuk pertama kalinya, kaum samurai muncul sebagai kekuatan politik di istana.

Taira pun mengangkat dirinya sebagai kuge ( 公家 - bangsawan kerajaan), sekaligus memperkokoh posisi samurai-nya. Sebagian besar keluarganya diberi jabatan penting dan dinobatkan sebagai bangsawan.

Ketika Minamoto Yoritomo wafat pada tahun 1199, kekuasaan diambil alih oleh keluarga Hojo. Pada masa kepemimpinan keluarga Hojo (1199 -1336), ajaran Zen masuk dan berkembang di kalangan samurai. Para samurai mengekspresikan Zen sebagai falsafah dan tuntunan hidup mereka.

Pada tahun 1274, bangsa Mongol datang menyerang Jepang. Para samurai yang tidak terbiasa berperang secara berkelompok dengan susah payah dapat mengantisipasi serangan bangsa Mongol tersebut. Untuk mengantisipasi serangan bangsa Mongol yang kedua (tahun 1281), para samurai mendirikan tembok pertahanan di teluk Hakata (pantai pendaratan bangsa mongol) dan mengadopsi taktik serangan malam. Secara menyeluruh, taktik berperang para samurai tidak mampu memberikan kehancuran yang berarti bagi tentara Mongol, yang menggunakan taktik pengepungan besar-besaran, gerak cepat, dan penggunaan senjata baru (dengan menggunakan mesiu). Pada akhirnya, angin topanlah yang menghancurkan armada Mongol, dan mencegah bangsa Mongol untuk menduduki Jepang. Orang Jepang menyebut angin ini kamikaze (angin dewa).

Dua hal yang diperoleh dari penyerbuan bangsa Mongol adalah pentingnya mobilisasi pasukan infantri secara besar-besaran, dan kelemahan dari kavaleri busur panah dalam menghadapi penyerang. Sebagai akibatnya, lambat laun samurai menggantikan busur-panah dengan “pedang” sebagai senjata utama samurai. Pada awal abad ke-14, pedang dan tombak menjadi senjata utama di kalangan panglima perang.

Oda Nobunaga, seorang keturunan daimyo dari wilayah Owari dan seorang ahli strategi militer, mulai menghancurkan musuh-musuhnya dengan cara menguasai wilayah Kinai, yaitu Osaka sebagai pusat perniagaan, Kobe sebagai pintu gerbang perdagangan dengan negara luar, Nara yang merupakan “lumbung padi”, dan Kyoto yang merupakan pusat pemerintahan Bakufu Muromachi dan istana kaisar.

Strategi terpenting yang dijalankannya adalah Oda Nobunaga dengan melibatkan agama untuk mencapai ambisinya. Pedagang portugis yang membawa agama Kristen, diberi keleluasaan untuk menyebarkan agama itu di seluruh Jepang. Tujuan strategis Oda dalam hal ini adalah agar ia secara leluasa dapat memperoleh senjata api yang diperjualbelikan dalam kapal-kapal dagang Portugis, sekaligus memonopoli perdagangan dengan pihak asing. Dengan memiliki senjata api (yang paling canggih pada masa itu), Oda akan dapat menundukkan musuh-musuhnya lebih cepat dan mempertahankan wilayah yang telah dikuasainya serta membentuk pemerintahan pusat yang kokoh.

Oda Nobubunaga membangun benteng Azuchi Momoyama pada tahun 1573 setelah berhasil menjatuhkan Bakufu Muromachi. Strategi Oda dengan melindungi agama Kristen mendatangkan sakit hati bagi pemeluk agama Budha. Pada akhirnya, ia dibunuh oleh pengikutnya sendiri, Akechi Mitsuhide, seorang penganut agama Budha yang fanatik, pada tahun 1582 di Honnoji, sebelum ia berhasil menyatukan seluruh Jepang.

Toyotomi Hideyoshi, pengikut setia Oda, melanjutkan penyatuan Jepang, dan tugasnya ini dituntaskan pada tahun 1590 dengan menaklukkan keluarga Hojo dan keluarga Shimaru.

Terdapat dua peraturan penting yang dikeluarkan Toyotomi : taiko kenchi (peraturan kepemilikan tanah) dan katana garirei (peraturan perlucutan pedang) bagi para petani. Kedua peraturan ini bermaksud “mengontrol” kekayaan para tuan tanah dan mengontrol para petani agar tidak melakukan perlawanan atau pemberontakan bersenjata.

Keberhasilan Toyotomi menaklukkan seluruh tuan tanah mendatangkan masalah tersendiri. Semangat menang perang dengan energi pasukan yang tidak tersalurkan mendatangkan ancaman internal yang menjurus kepada disintegrasi bagi keluarga militer yang tidak puas atas kemenangan Toyotomi. Dalam hal inilah Toyotomi menyalurkan kekuatan dahsyat tersebut untuk menyerang Korea pada tahun 1592 dan 1597. Sayang serangan ini gagal dan Toyotomi wafat pada tahun 1598, menandakan awal kehancuran bakufu Muromachi.

Kecenderungan terdapat perilaku bawahan terhadap atasan yang dikenal dengan istilah gekokujō ini telah muncul tatkala Toyotomi menyerang Korea. Ketika itu, Tokugawa Ieyasu mulai memperkuat posisinya di Jepang bagian timur, khususnya di Edo (Tokyo). Kemelut ini menyulut perang besar antara kelompok-kelompok daimyo yang memihak Toyotomi melawan daimyo yang memihak Tokugawa di medan perang Sekigahara pada tahun 1600. Kemenangan berada di pihak Tokugawa di susul dengan didirikannya bakufu Edo pada tahun 1603.

Samurai di Jaman Edo

Samurai di zaman Edo menjalankan kewajiban melayani tuan tanah feodal masing-masing dengan dua cara. Pertama, menjalankan tugas keprajuritan pada masa damai, yakni menjaga benteng daimyō, mengawal daimyō ketika ia pergi ke Edo dan pulang dari Edo16, dan menyediakan pasukan yang dapat digunakan daimyo untuk menjaga tanahnya.

Namun, setelah Tokugawa berhasil mewujudkan ketertiban di Jepang pada abad ke-17, para samurai ini kebanyakan menjalankan tugas administrasi, dalam hal ini adalah administrasi keuangan seperti menghimpun pendapatan dalam bentuk beras atau uang tunai untuk membayar tunjangan, merawat rumah resmi di Edo, dan membayar biaya perjalanan ke Edo setiap tahunnya.

Karena para samurai tidak dapat lagi diandalkan untuk bertempur, shogun dan daimyō tidak ingin menghilangkan nilai kesetiaan dan keberanian samurai, tetapi perkelahian dan balas dendam turun temurun, sering terjadi dan merupakanbagian dari kehidupan samurai yang tidak sesuai dalam masyarakat aman dan damai yang sedang mereka bangun. Bakufu kemudian menindak tegas pelaku perkelahian dan melarang balas dendam. Untuk mendorong agar para samurai mau menerima perubahan, maka disediakan imbalan. Pada abad ke-18, pejabat mendapat tunjangan tambahan untuk menambah gaji. Pekerjaan yang baik menjadi salah satu pertimbangan untuk naik pangkat, yang membuka kemungkinan untuk naik jabatan.

Selain itu pendidikan moral, etika, dan pengetahuan umum mulai dikenalkan. Sampai saat itu sebagian besar samurai terutama samurai berpangkat tinggi mendapat pendidikan secara individual. Pendidikan tersebut antara lain pengetahuan mengenai etika selain keahlian menggunakan senjata, berikut pengetahuan membaca dan menulis. Peran birokrasi dalam kehidupan telah menjadi norma, para atasan menginginkan nilai-nilai lebih dari seorang samurai. Seperti kaum bangsawan di zaman Nara dan Heian, mereka harus memiliki sikap moral yang “benar” jika mereka ingin mendapat peranan dalam pemerintahan. Terutama harus memahami ajaran-ajaran klasik Konfusius, oleh karena itu bakufu dan para daimyō mulai mendirikan tempat-tempat pendidikan dimana hal-hal tersebut dapat dipelajari. Terdapat lima belas tempat-tempat pendidikan yang didirikan pada tahun 1700.

C. Senjata Samurai

Awal samurai pemanah, pertempuran berjalan kaki atau menunggang kuda dengan busur komposit panjang(Yumi).They used swords mainly for finishing off wounded enemies.Bentuknya memungkinkan untuk digunakan berbagai jenis anak panah, yang dapat menjangkau sasaran pada jarak lebih dari 100meter, bahkan bisa lebih dari 200 meter. Bila ketepatan tidak lagi diperhitungkan, Senjata ini biasanya digunakan dengan cara berdiri dibelakang Tedate (手盾) yaitu perisai kayu yang besar, tetapi bisa juga digunakan dengan menunggang kuda. Dalam pertempuran melawan penjajah Mongol, busur kompositmenjadi senjata penentu kemenangan. Mereka juga menggunakan pedang terutama untuk menghabiskan musuh yang terluka.

After the Mongol invasions of 1272 and 1281, the samurai began to make more use of swords, as well as poles topped by curved blades called naginata , and spears. Setelah invasi Mongol 1272 dan 1281, samurai itu mulai membuat lebih banyak menggunakan pedang, serta tiang dihiasi dengan pisau melengkung disebut naginata, dan tombak.

Samurai warriors wore two swords, together called daisho - "long and short." Prajurit Samurai memakai dua pedang, bersama-sama disebut Daisho, yaitu katana,pisau melengkung lebih dari 24 inci yang cocok untuk pemotongan danwakizashi, pada 12-24 inci, digunakan untuk menusuk. Dalam Bushidodiajarkan bahwa katana adalah roh dari samurai. Mereka percaya bahwa katana sangat penting dalam memberi kehormatan dan bagian dalam kehidupan. Sebutan untuk katana tidak dikenal sampai massaKamakura (1185–1333). Sebelum masa itu pedang Jepang lebih dikenal sebagai tachi dan uchigatana, Dan katana sendiri bukan menjadi senjata utama sampai massa Edo. In the late 16th century, non-samurai were forbidden to wear the daisho.Pada akhir abad ke-16, non-samurai dilarang memakai Daisho.

Samurai wore full body-armor in battle, often including a horned helmet. Samurai juga memakai body armor-penuh dalam pertempuran, sering termasuk helm bertanduk.

clip_image002

Katana

D. Kepangkatan Samurai

Dalam status sosial sebagai samurai, ada peringkat yang berbeda yang yang diikuti dengan hak yang berbeda. Pada abad ke-12, Ada 3 peringkat utama Samurai. Peringkat ini adalah:

1. Kenin - housemen, yang tugasnya adalah sama sebagai administrator atau pengikut.

2. Foot Prajurit, adalah prajurit yang berjalan kaki.

3. Mount Samurai - peringkat tertinggi samurai, yang diizinkan untuk melawan sambil menunggang kuda.

E. Adat Istiadat Samurai

1. Kematian Samurai

a. Mati di medan pertempuran

Sebagaimana pejuang-pejuang Islam yang berperang untuk membela Islam sebagai satu kemuliaan, samuraipun juga begitu. Mati dibunuh di medan perang adalah Iebih baik daripada kalah oleh musuh. Tidak ada samurai yang pernah terhindar dari bahaya perang. Kebanyakan nama besar dalam dunia samurai terbunuh di dalam perlempuran, sebagaimana I Takanobu, Saito Dosan, Uesugi Tomosada.

b. Seppuku

Seorang samurai memilih cara kematian dengan merobek perutnya lalu temannya memenggal kepala atau biasa disebut seppuku, yang merupakan cara yang paling jujur untuk mati. Ini biasa dilakukan agar dapat memulihkan nama baik reka saat gagal melakukan tugas.. Dia akan merasakan kesakitan yang amat sangat. Karena itu, mati dengan cara seppuku dianggap sebagai kehormatan.

2. Ritual Pertempuran

Pada pertempuran di abad pertengahan dan periode modern awal, ada ritual. Misalnya, upacara khusus berlaku sebelum masuk ke pertempuran dan ritual khusus yang dilakukan untuk merayakan kemenangan. Sebelum memasuki pertempuran, tidak jarang untuk doa-doa yang akan ditawarkan kepada Shinto seperti dewa-dewa perang - meminta bantuan ilahi dalam mengamankan kemenangan. Berselamatan juga disiapkan sebelum pertempuran di mana makan makanan dengan nama-nama yang menunjukkan kemenangan dikonsumsi, seperti kachi Guri, atau chestnut kering. Akhirnya, komandan pasukannya akan mulai berbaris untuk berperang dengan mengucapkan kalimat ritual ("untuk kemuliaan") sedangkan seorang pendeta Shinto mengucap kata tambahan doa untuk kemenangan. Kemenangan termasuk perayaan ritual seperti mandi di sumber air panas baik sebagai sarana untuk mengobati luka dan untuk pemurnian, pemberian surat pujian untuk keberanian, dan "inspeksi kepala" di mana kepala terputus dari musuh yang diambil selama pertempuran disajikan untuk diperiksa dan kehormatan khusus diberikan kepada prajurit yang telah mengambil kepala pertama.

3. Perkawinan

Pernikahan samurai dilakukan oleh seorang pengatur pernikahan dengan peringkat sama atau lebih tinggi. Sedangkan bagi mereka samurai di jajaran atas ini adalah sebuah kebutuhan. Ini adalah formalitas untuk samurai peringkat yang lebih rendah. Kebanyakan samurai wanita menikah dari keluarga samurai, tapi untuk pernikahan samurai peringkat rendah, diizinkan dengan rakyat jelata. Dalam sebuah perkawinan, mahar dibawa oleh wanita itu dan digunakan untuk memulai kehidupan baru mereka.

Seorang samurai bisa memiliki simpanan tapi latar belakangnya itu diperiksa ketat oleh samurai peringkat yang lebih tinggi. Dalam banyak kasus, ini diperlakukan seperti pernikahan. Jika istri samurai melahirkan anak, ia bisa jadi samurai.

4. Wanita

Menjaga rumah tangga adalah tugas pokok perempuan samurai. Hal ini khususnya penting selama awal feodal Jepang, ketika suami prajurit sering bepergian ke luar negeri atau terlibat dalam pertempuran,Istri dibiarkan untuk mengelola semua urusan rumah tangga, perawatan bagi anak-anak, dan mungkin bahkan mempertahankan rumah secara paksa. Untuk alasan ini, banyak perempuan dari kelas samurai dilatih dalam memegang polearm naginata atau pisau khusus untuk melindungi rumah tangga mereka, keluarga, dan kehormatan jika diperlukan.

Ciri-ciri wanita terhormat di kelas samurai kerendahan hati, ketaatan, pengendalian diri, kekuatan, dan kesetiaan. Idealnya, seorang istri samurai akan terampil mengelola properti, menyimpan catatan, berurusan dengan masalah keuangan, mendidik anak-anak dan merawat orang tua usia lanjut Jadi, seorang wanita juga untuk latihan disiplin.

F. Taktik Perang

Beragam taktik perang digunakan oleh samurai selama hampir 700 tahun sejarah abad pertengahan dan modern awal. strategi Warrior dalam pertempuran ditentukan sebagian oleh senjata yang digunakan dan topografi perjuangan. Di lokasi geografis yang paling layak untuk berperang, seperti dataran terbuka. Kavaleri juga cukup efektif. Namun, topografi Jepang termasuk wilayah tidak ramah seperti pertempuran dalam, pegunungan hutan yang amat lebat, atau medan berbatuUkuran dan derajat spesialisasi pasukan mempengaruhi teknik-teknik militer yang digunakan oleh petugas.

Latihan

Pertempuran persiapan meliputi berbagai kegiatan, termasuk mental serta latihan fisik. Warriors didorong untuk merumuskan filsafat tentang kematian, dan pemikiran ke dalam sikap disiplin mereka terhadap kehidupan, bahaya, dan kematian. Integritas samurai legendaris penting untuk kode perilaku yang dikenal sebagai Bushido (harfiah, "jalan prajurit") yang berasal dari rasa tanggung jawab pribadi yang ditanggung oleh prajuritSamurai terlatih dalam keterampilan berbagai diterapkan dengan menggunakan alat dan prinsip-prinsip perang.

Formasi

Dalam mempersiapkan beberapa pertempuran, tentara samurai terhubung dengan perisai dalam formasi yang disebut kaidate. Linked adalah perisai kayu efektif untuk menghalangi kemajuan lawan, seperti benteng sementara, misalnya hambatan sikat ditumpuk disebut sakamogi, terutama ketika konflik terjadi di ladang atau dataran tinggi yang terbuka. Perisai besar-besaran lebih mudah digunakan daripada hambatan sikat, yang membutuhkan tenaga kerja manusia secara signifikan dan perisai dapat dipindahkan ke lokasi lain setelah digunakan. Namun, dinding perisai sakamogi rentan jika dihadapkan dengan api. senjata ini disukai oleh prajurit awal abad pertengahan.

Panahan / Kavaleri Strategi

Sejak baju besi oyoroi cukup berat untuk memperlambat kemajuan, busur yang digunakan lemah, pemanah Jepang dipaksa untuk menembak dari jarak dekat. Dengan jarak 10 meter atau kurang antara pemanah dan target, pemanah harus hati-hati mengidentifikasi dan menargetkan kelemahan dalam baju besi lawan.

Sinyal dan Identifikasi

Seperti pada periode Perang Amerika, lawan sering mengalami kesulitan mengidentifikasi satu sama lain dan komandan tidak bisa mengenali samurai di tengah-tengah himpitan tubuh. Sinyal menjadi cara yang efektif untuk mengontrol pasukan dari jarak jauh selama pertempuran, karena hanya dengan mengkordinasikan, usaha bisa berhasil. Strategi termasuk penggunaan barang-barang seperti bendera, drum, dan cangkang kerang, serta penyebaran sinyal api dan kurir di belakang baju besi mereka. Seorang komandan juga harus handal dalam menyampaikan pesan perintah untuk jendral lain dan memastikan kepatuhan tepat waktu dengan arahan.

0 comments:

Post a Comment